Tukang Sapu Masjid Bukan Orang Hina - MERODJA

Update

Saturday, February 14, 2015

Tukang Sapu Masjid Bukan Orang Hina

Tukang Sapu Masjid Bukan Orang Hina.

Tulisan ini hanyalah catatan ringan. Membahas bagian kecil dari bab kehormatan masjid. Cukup beberapa paragraf ringan sebagai pengingat untuk kita. Tentang suatu pekerjaan yang seringkali dianggap hina di mata orang. Apa itu?

Tukang sapu masjid.

Iya, tukang sapu masjid. Masih saja pekerjaan ini dipandang remeh oleh sebagian orang. Padahal sejatinya adalah amalan yang mulia dan luhur. Pemilihan kata “tukang sapu” bukan bermaksud membatasi makna. Namun segala pekerjaan membersihkan masjid, seperti mengepel, mencabut rerumputan liar di halaman masjid dan yang sejenisnya, masuk dalam cakupan pembahasan catatan ringan ini.

Tukang sapu, sebagian masyarakat, memang memandangnya remeh. Namun ketika pekerjaan “tukang sapu” ini disandarkan kepada kata masjid, maka tidak ada alasan untuk memandangnya sebelah mata. Karena masjid adalah semulia-mulia tempat di muka bumi. 

Tempat yang paling dicintai oleh Allah.
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللهِ مَسَاجِدُهَا، وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللهِ أَسْوَاقُهَا
“Tempat yang paling dicintai oleh Allah adalah masjid, dan tempat yang paling dibenci Allah adalah pasar” (HR. Muslim)

Dia menjadi tukang sapu, tapi untuk tempat yang paling dicintai Allah, bagaimana tidak menjadi mulia?! Tentu ini sebuah pekerjaan yang mulia dan harus dihargai. Tidak berlebihan sebenarnya bila orang-orang yang memiliki kedudukan di masyarakat dan terpandang, untuk sesekali menyapu rumah Allah. Selain untuk supaya masyarakat menjadi sadar akan wibawa masjid, dan mereka menjadi lebih menghormati masjid, juga untuk membuatnya menjadi lebih dekat dengan masyarakat kecil dan mengikis sifat-sifat angkuh dalam diri.

Sebagai tauladan dalam hal ini, seorang ulama karismatik bernama Abu Syuja’ Ahmad bin al-Husain al-Ashfahani (w 593 H). Beliau ini adalah ulama yang terpandang di kalangan masyarakat islam. Buku karyanya yang berjudul “Matan al-Ghayah wat-Taqriib” menjadi materi wajib untuk dipelajari, bagi yang hendak mendalami fikih mazhab Syafi’i. Beliau juga menjabat sebagai hakim (qodhi) di masanya. Namun, dalam kedudukan beliau yang seperti ini, ternyata beliau adalah seorang yang biasa menyapu masjid Nabawi, dan menghidupkan lentera-lentera masjid di saat senja tiba. Beliau juga yang merapikan tikar-tikar masjid bila hendak shalat. Beliau senantiasa tekun melakukan amalan mulia ini, sampai ajal menjemputnya.

Sebenarnya sudah cukup sebagai bukti, bahwa tukang sapu masjid atau mengepel masjid, merupakan amalan yang luhur, adalah sebuah hadis yang menceritakan tentang seorang perempuan berkulit hitam, yang biasa menyapu masjid di masa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam.

َعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -فِي قِصَّةِ الْمَرْأَةِ الَّتِي كَانَتْ تَقُمُّ الْمَسْجِدَ- قَال: فَسَأَلَ عَنْهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: مَاتَتْ, فَقَالَ: “أَفَلاَ كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِي”? فَكَأَنَّهُمْ صَغَّرُوا أَمْرَهَا. فَقَالَ: “دُلُّونِي عَلَى قَبْرِهَا”, فَدَلُّوهُ, فَصَلَّى عَلَيْهَا.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu. Beliau berkisah tentang seorang wanita yang biasa membersihkan masjid (di masa Nabi). Nabi shallallahu’alaihiwasallam, menanyakan tentang kabar wanita itu, lalu para sahabat menjawab, “Ia telah meninggal.” Maka beliau bersabda: “Mengapa kalian tidak mengabariku?” Mereka seakan-akan para sahabat memandang remeh urusannya. Beliau lalu bersabda: “Tunjukkan aku makamnya”. Lalu mereka menunjukkannya, kemudian beliau mensholatkannya” (Muttafaqun ‘ alaihi).

Mulia bukan? sampai Rasulullah saja menyempatkan diri untuk menyolatkan jenazahnya, meski sudah terbaring di alam kubur. Sebuah kemuliaan bila orang termulia saja sampai menegur para sahabatnya karena lupa mengabarkan perihal kematiannya. Lalu saat beliau tahu bahwa perempuan tersebut telah meninggal, beliau sempatkan diri untuk tetap menyolati jenazahnya meski sudah dikuburkan.

Syaikh Abdullah bin Sholih Al-Fauzan menjelaskan dalam bukunya yang berjudul al-Fawaid al-Majmu’ah, setelah mengutarakan hadis ini,
ففي هذا دليل على فضل تنظيف المسجد، لأن صلاة النبي صلى الله عليه وسلم على قبر من يكنس المسجد دليل على تعظيم عمله
“Hadis ini dalil akan utamanya pekerjaan membersihkan masjid. Karena shalatnya Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam, atas kuburan orang yang menyapu masjid tersebut, bukti bahwa perbuatan ini adalah perbuatan yang luhur” (al-Fawaid al-Majmu’ah fi Syarhi Fushulil Adab wa Makaarimil Akhlaq Al-Masyruu’ah, hal. 247).


Wabillahi at taufiq.
Penulis: Ahmad Anshori
Fb beliau : http://goo.gl/TkcZle
Disalin ulang oleh : Dede Mulyadi
Artikel Muslim.Or.Id

No comments: